Saturday, December 13, 2008

Minyak Kemiri Sunan Untuk BIOGAS (www.energialternatif.ekon.go.id)

Bandung – Minyak kemiri sunan bermanfaat untuk bahan bakar. Ketua Pengembangan Agribisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat, Hendra Natakarmana mengatakan, tiga kilogram (kg) bungkilnya bila dicampur 30 liter air dapat menghasilkan satu meter kubik biogas. Setiap pohon kemiri dapat menghasilkan setidaknya 50 kg sekali panen, setahun sekali. Minyak kemiri sunan sudah diminati beberapa Negara seperti Italia, Kanada, Australia, Taiwan, Korea Selatan, dan Yunani. Pohon yang ditanam berusia 3-4 bulan dan dapat dipanen setelah enam tahun. Sambil menunggu pohon menjadi besar, tanaman itu bermanfaat untuk konservasi alam. Saat ini, program energi alternatif tengah digalakkan. Ketika pohon itu besar, minyak dari biji kemiri sunan itu diharapkan sudah dapat digunakan secara luas. Hendra mengatakan, perawatan pohon itu termasuk mudah. Belum banyak dilaporkan mengenai gangguan hama dan penyakit. “Program energi alternatif dengan kemiri sunan membutuhkan dorongan pemerintah. Kalau tidak, sulit,” kata Hendra di Bandung. (sumber:www.kompas.com, 15 Juni 2008)

Kemiri Untuk Rehabilitasi Hutan (http://dishut.jabarprov.go.id)


Demikian dikatakan Ketua Kelompok Kerja Jarak dan Energi Alternatif, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Jawa Barat dan Ketua Pengembangan Agribisnis Pondok Pesantren Sunan Drajat, Hendra Natakarmana, di Bandung, hari kamis(18/10).

Asli Filipina
Kemiri sunan merupakan tumbuhan asli Filipina tetapi telah banyak tumbuh secara alami di Jabar dengan suhu yang optimal, 18-26 derajat Celcius.


Kemiri sunan dapat hidup di daerah berketinggian rendah sampai menengah, kemiri itu ditemukan lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut.

Kanopi tanaman yang rapat dan lebar mampu menahan tetesan air hujan langsung kepermukaan tanah sehingga dapat mengurangi erosi. Selain itu, penyerapan air ke dalam tanahpun meningkat. Akarnya berjenis tunggang sehingga bisa mencegah tanah longsor.
Kemiri sunan yang memiliki daun hingga puluhan ribu helai perpohon dapat mengikat karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen dalam jumlah besar. Menurut Hendra, luas lahan kritis di Indonesia saat ini mencapai 59.2 juta hektar.

Jika lahan hutan dan lahan tidak produktif tidak ditanami kemiri sunan, pohon-pohonya akan berjumlah lebih dari 10 miliar batang. “Apakah keadaan itu terealisasi, Indonesia akan menjadi penyuplai oksigen terbesar di dunia. Usia Kemiri sunan bisa lebih dari 75 tahun.”katanya.

Bahan Bakar Alternatif.
Selain sebagai solusi untuk rehabilitasi lahan kritis, kemiri sunan juga dapat digunakan sebagai bahan bakar balternatif. Potensi terbesar dari kemiri sunan terdapat pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang. Pada biji terdapat inti dan kulit.
Inti itulah yang dapat diproses menjadi minyak untuk sumber energi alternatif pengganti solar atau biodiesel.

Hasil dari perahan adalah minyak berupa cairan bening berwarna kuning dan bungkil. Komposisi minyak antara lain terdiri dari asam palmitic sebanyak 10 persen, asam stearic 9 persen, asam oleic 12 persen, dan asam linoleic 19 persen.

Minyak kemiri sunan hasil perahan kemudian diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Fungsi lain minyak tersebut adalah sebagai bahan baku permis, cat, sabun, minyak kain, resin, kulit sintetis, pelumas, kampas, dan campuran pada pembersih atau pengilap.

Sisa dari ekstraksi berupa bungkil dapat diolah lebih lanjut menjadi biogas. Sebanyak tiga kilogram (kg) bungkil dapat menghasilkan 1,5 meter kubik biogas atau setara dengan seliter minyak tanah. Rata-rata kebutuhan biogas setiap rumah sebanyak 2-3 meter kubik per hari.
Berdasarkan itu, dibutuhkan 6-9 kg bungkil per hari atau 2-3 ton per tahun. Guna mencukupi kebutuhan, diperlukan sekitar 6 ton biji kering per tahun. Jika di asumsikan produktifitas per pohon dengan usia lebih dari tujuh tahun mencapai 500 kg biji kering per tahun, maka setiap rumah mampu mencukupi kebutuhan biogas hanya dengan menanam 12 pohon kemiri sunan.
Keluarga yang dapat memenuhi kebutuhannya itu tidak perlu lagi membeli minyak tanah. Hendra mengatakan, limbah bungkil dapat dipakai sebagai pupuk. “Bukan hal mustahil dengan kemiri sunan kita dapat mewujudkan desa mandiri energi dan pupuk,”ujarnya. (BAY)

Kemiri Sunan Menjawab Global Warming



Kemiri Sunan merupakan tumbuhan asli dari Philipina, namun saat ini banyak tumbuh secara alami di Jawa Barat (Duke, 1983). Kini mulai dikembangkan di kawasan Sumedang.

Kondisi iklim yang optimal untuk pertumbuhannya adalah pada suhu 18,7–26,2oC, pH 5,4–7,1.Dapat hidup pada ketinggian rendah sampai menengah, di Jawa barat ditemukan hidup pada ketinggian lebih dari 1000 meter (Hyne, 1987).

Tumbuh sebagai tegakan, tinggi dapat mencapai 15 meter atau lebih, hidup sampai usia di atas 75 tahun dan mempunyai kanopi yang cukup rapat dan lebar. Kanopi yang rapat dan lebar mampu menahan tetesan air hujan jatuh langsung ke permukaan tanah, sehingga mengurangi erosi dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Perakaran tunggang mampu mencegah tanah longsor.Mempunyai daun lebat (mencapai puluhan ribu helai daun/pohon), mampu mengikat karbondioksida dan menghasilkan oksigen dalam jumlah banyak. Jika rehabilitasi seluruh lahan kritis di Indonesia (59,2 juta ha), lahan hutan dan lahan tidak produktif menggunakan kemiri sunan, maka akan tertanam lebih dari 10 milyar pohon sehingga terdapat triliun-an helai daun. Apabila hal ini terealisasi, Indonesia menjadi penyuplai oksigen terbesar di dunia.

Kemiri Sunan sebagai Solusi Krisis Energi.

Dengan menanam pohon ini akan terjadi multiplyer effects, karena selain merupakan solusi tepat untuk rehabilitasi lahan kritis, Kemiri Sunan juga menghasilkan bahan bakar alternatif. Seiring dengan kebijakan pemerintah dalam pengurangan subsidi harga BBM, pengembangan teknologi untuk mendapatkan energi alternatif pengganti peran BBM di dalam negeri semakin berpeluang. Hal tersebut mendukung Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui diversivikasi dan konservasi energi. Salah satu teknologi tersebut adalah penggunaan minyak Nabati sebagai biodiesel. Minyak nabati terbarukan tersebut bisa diperoleh dari biji Kemiri Sunan dan biji Jarak pagar.

Potensi terbesar dari tanaman Kemiri Sunan ada pada buah yang terdiri dari biji dan cangkang (kulit). Pada biji terdapat inti biji dan kulit biji. Inti biji inilah yang nantinya dapat diproses menjadi minyak kemiri sunan dan digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti solar (biodiesel) melalui proses lebih lanjut.

Inti dari buah mampu menghasilkan minyak sebesar 56 % (Vassen & Umali, 2001). Untuk mendapatkan minyak, inti biji harus diperah terlebih dahulu. Hasil dari perahan ini berupa minyak berwujud cairan bening berwarna kuning dan bungkil. Komposisi minyak terdiri dari asam palmitic 10 %, asam stearic 9 %, asam oleic 12 %, asam linoleic 19 % dan asam α-elaeostearic 51 %. Asam α-elaeostearic menjelaskan adanya kandungan racun pada minyak.

Minyak Kemiri Sunan hasil perahan tersebut kemudian diproses lebih lanjut menjadi biodiesel. Minyak tersebut selain digunakan sebagai biodiesel, juga digunakan dalam berbagai produk industri. Antara lain digunakan sebagai bahan untuk membuat pernis, cat, sabun, linoleum, minyak kain, resin, kulit sintetis, pelumas, kampas, dan campuran pada pembersih/pengkilap, pelindung kontainer makanan dan obat-obatan, melapisi/melindungi permukaan kawat dan logam lain seperti pada radio, radar, telepon, dan perlengkapan telegraf (Duke, 1978).

Sisa dari ekstraksi berupa bungkil mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor. Bungkil ini dapat diolah lebih lanjut menjadi biogas. Dari 3 kg bungkil diperoleh 1,5 m3 biogas atau setara dengan 1 liter minyak tanah.

Menurut Tatang (2007), rata-rata kebutuhan harian biogas utk 1 rumah tangga adalah 2 - 3 m3/hari, sehingga dibutuhkan 6 – 9 kg bungkil per hari, atau 2 – 3 ton bungkil per tahun. Untuk mencukupi kebutuhan tersebut diperlukan sekitar 6 ton biji kering per tahun.

Jika diasumsikan produktivitas per pohon pada usia diatas 7 Th mencapai 300 kg biji kering per tahun, maka tiap rumah tangga mampu mencukupi sendiri kebutuhan biogas per tahun hanya dengan menanam 15 pohon Kemiri Sunan, tidak perlu lagi membeli minyak tanah. Dengan demikian penjarahan hutan untuk kayu bakar tidak perlu terjadi lagi.

Limbah bungkil sisa dipakai untuk biogas dapat digunakan sebagai pupuk. Sebagai pembanding, untuk 1 Ha tanaman padi dibutuhkan pupuk urea sebesar 150 kg (kandungan N 45%). Jika diasumsikan dalam 1 kg bungkil limbah biogas mengandung N 6 %, maka per Ha diperlukan sekitar 7,2 ton bungkil limbah biogas *.

Dalam setahun terdapat 3 kali musim tanam padi, maka total yang dibutuhkan adalah 6-7,2 ton bungkil limbah biogas untuk dapat menggantikan urea, jumlah yang masih dapat dipenuhi hanya dengan menanam 48 pohon.

Apabila setiap rumah tangga menanam lebih dari 48 pohon, bisa dibayangkan berapa luas lahan yang bisa dipupuk tanpa harus membeli urea.(di input awal untuk 2 Th *).

Bisa disimpulkan bahwa bukan merupakan hal yang mustahil bahwa dengan Kemiri Sunan kita mampu mewujudkan DESA MANDIRI ENERGI DAN DESA MANDIRI PUPUK.

KEMIRI SUNAN (ALEURITES TRISPERMA BLANCO)

Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus menerus dilanda bencana yang apabila dicermati bencana tersebut bersumber dari masalahan lingkungan dan penanganan yg salah. Banjir, gelombang pasang, longsor dan kekeringan sudah menjadi tradisi bencana tahunan yang tidak pernah selesai bahkan tiap tahun makin bertambah buruk . Bencana-bencana itu merupakan akibat dari Pemanasan Global. Pemanasan global yang meresahkan negara-negara diseluruh dunia antara lain disebabkan oleh kelebihan karbondioksida (CO2) di udara yang merupakan sisa-sisa pembakaran,dan itu merupakan dampak dari hilangnya sebagian besar hutan dunia yang pohon2nya menyerap karbondioksida tersebut, sehingga suhu meningkat dan gunung es mencair. Kita sadar pentingnya keberadaan pohon dan hutan untuk mengatasi bahaya dari dampak pemanasan global, dan untuk mengantisipasi hal tersebut upaya pelestarian hutan dan penanaman pohon sebanyak-banyaknya dan mengembalikan hutan mangrove harus merupakan aksi konkret dari agenda kegiatan lingkungan hidup.

Dijelaskan dalam Canopy.org (2006), setiap pohon yang tertanam mempunyai kontribusi yang sangat besar bagi lingkungan dan kehidupan manusia. Satu pohon yang besar mampu menghasilkan persediaan oksigen (O2) untuk 4 orang per hari. Jumlah pohon yang tertanam dalam area 4.000 m2 mampu menyerap karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh kendaraan yang berjalan sejauh 26,000 mil, mampu memindahkan sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (N0) (dua komponen utama dari hujan asam dan polusi ozon), Selain itu pohon dapat menurunkan debu dan asap rokok hingga 75% pada area yang dinaungi pohon, mengurangi panas dan temperatur di wilayah perkotaan sebanyak 90C dimana penguapan dari satu pohon dapat menghasilkan efek pendinginan yang senilai dengan sepuluh alat pendingin yang beroperasi 20 jam sehari.

Penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh di perkotaan berpengaruh pada kemampuan memperlambat denyut jantung, mengurangi tekanan darah tinggi, membuat rasa relax pada pikiran, mengurangi 40% polusi suara oleh kebisingan yang dapat mempengaruhi hipertensi, peningkatan kolesterol, sifat cepat marah dan perilaku agresif serta warna hijaunya membuat tenang dan membantu pemulihan mata secara cepat dari ketegangan.

Sejak tahun 2003, upaya rehabilitasi lahan kritis di indonesia hanya mampu menjangkau 600.000-an hektar. Sementara saat ini lahan kritis di Indonesia mencapai 59,2 juta hektar (Kompas, 14 Juli 2007).

Selain masalah bencana, Indonesia dihadapkan pada masalah cadangan minyak bumi andalan export kita yang kian menipis dan makin tingginya kebutuhan pemenuhan BBM dalam negeri yang harus diimpor dan hal itu kini menjadikan Indonesia sebagai net importer. Konsumsi BBM oleh masyarakat secara nasional masih sangat dominan (63%), tingginya ketergantungan masyarakat terhadap BBM impor tersebut menimbulkan beban anggaran yang memberatkan negara, karena biaya subsidi harus terus diberikan untuk mempertahankan harga jual yang terjangkau oleh konsumen, namun akibatnya menimbulkan problem psikologis, yaitu restriksi dari publik manakala fasilitas subsidi dicabut.

Untuk mengatasi hal tersebut kita bisa menggali sumber-sumber energi nabati yang terbarukan. Di negara beriklim tropis ini kita punya beberapa jenis tanaman yang memenuhi kriteria sumber energi terbarukan tersebut. Mengingat kita punya dua masalah diatas, maka harus ada pilihan yang mampu mengatasi kedua masalah tersebut, yaitu mengatasi lahan kritis sekaligus menghijaukan kembali serta dapat menghasilkan energi terbarukan. Pemilihan jenis tanaman tersebut merupakan titik temu antara kedua kepentingan tersebut. Selama ini penyelesaian yang dilakukan masih bersifat parsial, misalkan dengan kelapa sawit atau jarak pagar untuk pemenuhan energi nabati, namun kurang sesuai untuk penghutanan kembali. Demikian juga dengan solusi rehabilitasi lahan kritis, misalnya dengan jati, mahoni atau akasia yang justru memancing untuk ditebang lagi karena kayunya akan dicuri.

Solusinya adalah dengan menanam pohon yang dapat dijadikan tanaman KONSERVASI dan dapat menghasilkan ENERGI ALTERNATIF.